Perlawanan Rakyat Cirebon
Perlawanan rakyat cirebon ini disebut perang kedondong. terjadi di salah
satu daerah di Kecamatan Susukan, di perbatasan Kabupaten Cirebon-Indramayu perang itu dipimpin oleh
Raden Bagus Serangin
Latar belakang terjadinya perang :
* Rakyat
Cirebon dalam menolak pajak paksa yang diterapkan Belanda
*Campur tangan Belanda dalam pemerintahan kerajaan Cirebon dengan melepas
tahta kasultanan Raja Kanoman.
Jalannya perang
*Perlawanan terhadap Belanda terjadi di sana sini termasuk di Cirebon.
Pangeran Raja Kanoman memilih melepaskan
takhta kesultanan. Haknya sebagai sultan dilepas begitu saja. Putra mahkota
Sultan Kanoman IV itu keluar dari keraton, lalu bergabung dengan rakyat Cirebon
yang menentang Belanda.
Di sana-sini terjadi pemberontakan. Belanda kewalahan dan mengalami kerugian yang sangat besar. Secara materiil, Belanda menderita kerugian 150.000,00 Gulden. Ribuan prajuritnya pun tewas.
Untuk meredam pemberontakan itu, Belanda menjalin aliansi militer strategis dengan Portugis. Ribuan prajurit Belanda dan Portugis didatangkan.
Kedatangan ribuan prajurit itu, tidak membuat rakyat Cirebon gentar. Pangeran Raja Kanoman itu justru makin menggencarkan perlawanan. Ribuan korban jatuh dari kedua belah pihak. Dari pihak rakyat,
Di sana-sini terjadi pemberontakan. Belanda kewalahan dan mengalami kerugian yang sangat besar. Secara materiil, Belanda menderita kerugian 150.000,00 Gulden. Ribuan prajuritnya pun tewas.
Untuk meredam pemberontakan itu, Belanda menjalin aliansi militer strategis dengan Portugis. Ribuan prajurit Belanda dan Portugis didatangkan.
Kedatangan ribuan prajurit itu, tidak membuat rakyat Cirebon gentar. Pangeran Raja Kanoman itu justru makin menggencarkan perlawanan. Ribuan korban jatuh dari kedua belah pihak. Dari pihak rakyat,
Akibat perang
Pada awalnya Belanda terdesak namun melalui siasat licik
Belanda, Pangeran Raja Kanoman tertangkap. Setelah sempat ditahan di benteng
Belanda di Batavia (Jakarta), sultan pemberani itu kemudian ditahan di benteng
Viktoria, di Ambon, Maluku. Sebelum dibuang ke Ambon, Belanda melucuti seluruh
gelar darah birunya. Putra mahkota itu dicabut haknya atas takhta sultan di
Keraton Kanoman. Sebagai gantinya, diangkatlah adik Pangeran Raja Kanoman yang
kemudian menjadi Sultan Kanoman V, bergelar Sultan Muhammad Iman Udin.
Peristiwa bersejarah itu terjadi dalam rentang waktu 1793-1808 masehi.
Perlawanan rakyat Cirebon yang melibatkan Pangeran Raja Kanoman, itu murni perlawanan rakyat terhadap penindasan Belanda. Putra mahkota itu menolak menjadi sultan, karena tidak mau tunduk kepada Belanda yang menarik pajak paksa kepada rakyat Cirebon.
Perlawanan rakyat Cirebon yang melibatkan Pangeran Raja Kanoman, itu murni perlawanan rakyat terhadap penindasan Belanda. Putra mahkota itu menolak menjadi sultan, karena tidak mau tunduk kepada Belanda yang menarik pajak paksa kepada rakyat Cirebon.
Meski
Pangeran Raja Kanoman dibuang ke Ambon, perlawanan rakyat Cirebon justru kian
menjadi-jadi. Setiap hari selalu ada penyerangan terhadap prajurit maupun
pembakaran rumah-rumah dan bangunan, yang menjadi simbol kekuasaan Belanda di
Kota Cirebon.
Belanda makin kewalahan. Para petinggi Belanda memerintahkan agar Pangeran Raja Kanoman dikembalikan ke Cirebon. namun Belanda meminta syarat: bila Pangeran Raja Kanoman dikembalikan, pemberontakan dihentikan. Sebagai jalan tengah, status darah biru Pangeran Raja Kanoman dikembalikan. Kendati demikian, dia tak berhak atas kesultanan di Keraton Kanoman.
Belanda memang menepati janjinya. Hak darah biru Pangeran Raja Kanoman dipulihkan. Hanya, putra mahkota itu diminta membuat keraton baru dan kasultanan baru, yang bukan di Keraton Kanoman. Pada 1808, Pangeran Raja Kanoman memilih tinggal di kompleks Gua Sunyaragi di daerah Sentul (kini Jln. By Pass Brigjen Dharsono). Pangeran itu kemudian bergelar Sultan Amiril Mukminin Muhammad Khaerudin atau sering disebut sebagai Sultan Carbon.
Meski menjadi raja, Sultan Carbon tidak pernah memiliki keraton. Dia hidup sederhana bersama istrinya, Ratu Raja Resminingpuri. Sikap tegasnya tetap berlaku, dengan menolak uang pensiun dan seluruh pemberian dari Belanda. Pada 1814, Sultan Carbon mangkat.
Karena putra lelakinya masih berusia lima tahun, bernama Pangeran Raja Madenda, Kesultanan Carbon diwakili (volmak) janda Sultan Carbon, Ratu Raja Resminingpuri. Pada saat itulah, Ratu Raja membangun Keraton Kacirebonan di Pulosaren, tak jauh dari Keraton Kasepuhan dan Kanoman, dengan memanfaatkan uang pensiunan dari Belanda yang selama menjadi Sultan Carbon selalu ditolaknya. Setelah besar, mahkota diserahkan kepada putranya yang bergelar Pangeran Raja Madenda I,
Sampai sekarang, Keraton Kacirebonan menjadi simbol sejarah bahwa rakyat dan raja Cirebon juga memiliki rasa nasionalisme tinggi.
Belanda makin kewalahan. Para petinggi Belanda memerintahkan agar Pangeran Raja Kanoman dikembalikan ke Cirebon. namun Belanda meminta syarat: bila Pangeran Raja Kanoman dikembalikan, pemberontakan dihentikan. Sebagai jalan tengah, status darah biru Pangeran Raja Kanoman dikembalikan. Kendati demikian, dia tak berhak atas kesultanan di Keraton Kanoman.
Belanda memang menepati janjinya. Hak darah biru Pangeran Raja Kanoman dipulihkan. Hanya, putra mahkota itu diminta membuat keraton baru dan kasultanan baru, yang bukan di Keraton Kanoman. Pada 1808, Pangeran Raja Kanoman memilih tinggal di kompleks Gua Sunyaragi di daerah Sentul (kini Jln. By Pass Brigjen Dharsono). Pangeran itu kemudian bergelar Sultan Amiril Mukminin Muhammad Khaerudin atau sering disebut sebagai Sultan Carbon.
Meski menjadi raja, Sultan Carbon tidak pernah memiliki keraton. Dia hidup sederhana bersama istrinya, Ratu Raja Resminingpuri. Sikap tegasnya tetap berlaku, dengan menolak uang pensiun dan seluruh pemberian dari Belanda. Pada 1814, Sultan Carbon mangkat.
Karena putra lelakinya masih berusia lima tahun, bernama Pangeran Raja Madenda, Kesultanan Carbon diwakili (volmak) janda Sultan Carbon, Ratu Raja Resminingpuri. Pada saat itulah, Ratu Raja membangun Keraton Kacirebonan di Pulosaren, tak jauh dari Keraton Kasepuhan dan Kanoman, dengan memanfaatkan uang pensiunan dari Belanda yang selama menjadi Sultan Carbon selalu ditolaknya. Setelah besar, mahkota diserahkan kepada putranya yang bergelar Pangeran Raja Madenda I,
Sampai sekarang, Keraton Kacirebonan menjadi simbol sejarah bahwa rakyat dan raja Cirebon juga memiliki rasa nasionalisme tinggi.
Nama : muhammad
naufal nafi
No abssen : 16
Kelas : VII A
MAAF KALO ACAK ACAKAN
Belum ada komentar untuk "PERLAWANAN RAKYAT CIREBON"
Posting Komentar